Wednesday, April 27, 2011

Balada Lobak Beraroma Kol

Di kota kecil tempat saya tinggal, pilihan bahan makanan cukup terbatas walaupun pasar di kota ini panjangnya ajegile. Dari petualangan ke pasar yang hanya 2 kali selama hampir sebulan saya tinggal di sini, saya tak menemukan cabe rawit oranye favorit para penggemar masakan pedas. Bayangpun! Mau jadi apa sambal yang akan saya masak tanpa cabe rawit oranye yang pedesnya jahanam itu??? Mungkin saya tak cukup jauh menjelajah, tapi dari hasil berjalan beberapa ratus meter, kualitas sayuran yang saya temui pun pas-pasan. Mungkin tak selalu, entahlah. Saya membeli wortel dengan bentuk aneh, bukan ceking atau gemuk, tapi buntet dengan kaki-kaki dan akar yang menjuntai kecil-kecil. Seperti monster kerdil...

Di sini pun tak ada supermarket atau mall yang bisa memenuhi kebutuhan (tepatnya keinginan) berbelanja bahan makanan, hal yang terkadang saya syukuri ;) Jarak untuk menuju mall/supermarket/pasar tradisional yang lebih lengkap adalah sekitar 20 km atau setengah jam perjalanan dari rumah, dan karena keinginan saya untuk berbelanja belum segitu menggebunya, saya tak pernah sengaja menyempatkan menempuh jarak itu hanya untuk belanja makanan.

Dua hari lalu akhirnya saya belanja sayuran di sana untuk satu minggu ke depan, sengaja mampir sekalian lewat sepulang saya dari Jakarta. Karena tak siap dengan menu dan sedang tak ngidam masakan tertentu, saya asal comot sayuran dan berpikir, "Kita lihat aja nantinya jadi apa!" Begitulah, segala jenis sayuran dengan berbagai marga masuk tas kain berwarna hijau yang sejak beberapa hari itu nangkring di ransel saya, jaga-jaga siapa tau dibutuhkan.

Dari daftar nama sayuran yang ada, saya paling excited dengan lobak, karena tak sering mengonsumsinya, dan actually saya ga tau mau diapain tuh lobak, hingga tadi siang saya masak sup bening, dengan campuran wortel, brokoli, dan tomat. Saya membayangkan warna meriahnya, juga rasanya yang segar dan menghangatkan selepas hujan tadi siang. Memang, enak...



Tapi... Saya tak tahu bila supnya sudah dingin rasa lobaknya pun ikut berubah, aroma kuat seperti kol jadi dominan di sup ini. Kol yang sudah jadi sup aromanya akan hilang, sementara aroma sejenis ini menguat pada lobak. Saya tak suka...



(Masih ada beberapa batang lobak di kulkas, sepertinya saya harus "riset" tentang sayuran ini enaknya dimasak apa, hehe)

Monday, April 25, 2011

Spaghetti a la Miss Tata

Saya keluar kandang!!!
Betapa dahsyatnya berita itu (well... bagi saya -setelah hampir 2 minggu ngandang- 2 minggu doang???) Ya 2 minggu doang, itu pun tak benar-benar ngendon di rumah, tapi tetep, SAYA KELUAR KANDANG!

Girangnya aduhai, karena saya akan menemui teman-minum-kopi-dan-begadang-sampe-pagi di Jakarta. Konon si teman bernama Bayu yang baru datang dari Jogja berhasil mengumpulkan 3 orang yang juga saya kenal, yang diajak ketemu di JCC. Saya makin senang karena nantinya urusan saya di JCC tak sekedar transaksi Kain Lurik tapi juga reuni dengan teman kuliah.

Karena kebetulan ada di Jakarta, keesokan harinya saya menghubungi seseorang dan mengajaknya temu kangen. Seperti biasa saya tak punya rencana apakah petualangan saya di Jakarta akan berakhir hari itu. Ok ada rencana tapi sangat fleksibel, hehehe... Rencananya: menjelang siang saya sudah ketemu dia dan berkangen ria hingga sore, lalu pulang, that's it. Tapi... ceritanya, berkat teman saya yang guru cantik dan cerdas ini, saya nyangkut di Museum Bank Mandiri, tempat acara World Book Day Indonesia 2011 diselenggarakan. Acara yang kami ikuti tak memungkinkan kami untuk banyak ngobrol (padahal itu tujuan awal ketemuan) hingga saya memperpanjang kunjungan ke Jakarta yang tadinya 2 hari menjadi 3 hari, yay!

Bermalam di kos-kosan sang guru, saya ditinggal ngajar keesokan harinya, which is no problemo karena ada beberapa buku miliknya yang mau saya screening, dan ga sempat, hanya sempat membaca beberapa artikel dan menghasilkan tulisan super pendek. Sepulangnya ia dari bekerja, ia memasakkan saya spaghetti gandum a la mie goreng indonesia, dengan kecap dan bawang putih. Hmm... belum pernah sih makan pasta dengan bumbu tradisional indonesia, tapi pasti enak karena pasta kan netral, harusnya bisa dikombinasikan dengan fleksibel. Di tengah acara memasak, setelah kecap, ia memasukkan saus tomat dan saus sambal, sempat membuat saya mempertanyakan rasanya, hehehe... Ternyata enyaak! Rasa whole wheat spaghetti yang sedikit seret dan kurang menyatu dengan bumbu bisa dimaafkan dengan pekatnya campuran saos-saosan berasa manis asin dan sedikit asam yang memanjakan, plus kriuk bawang bombay, ditambah taburan kacang atom, makin yummi. Secara nutrisi memang masih minimalis tapi cukup jadi penyelamat saat malas keluar rumah, masaknya simpel dan... mengenyangkan (prinsip anak kos banget, hehehe). Menurut miss Tata, begitu teman saya biasa disebut, masakan ini lebih bergizi daripada mie instant.

Saat menyantap hidangan ini, ia komentar, "Rasanya kayak bakmi Jawa kan?" Hmm NGARANG! Mana ada Mie Jawa pake saos tomat, saos sambal dan... bawang bombay?

Monday, April 18, 2011

Pepes Tahu di Akhir Minggu

Ratusan kali ibunda di rumah menghimbau anaknya untuk bangun pagi, ratusan kali anaknya ini berniat bangun pagi dan ratusan kali pula saya bangun siang. Himbauan mama naga-naganya sih nyuruh belanja ke pasar. Biasanya beliau yang belanja bila sempat dan saya tinggal masak kalau memang ada bahan yang bisa dimasak.

Akhir minggu ini saya berhasil bangun pagi-pagi buta, tepatnya karena kebelet pipis di tengah tidur yang lelap dan ga bisa tidur lagi, berguling-guling beberapa puluh menit hingga ada tanda bangunnya mama, rencananya mau saya ajak ke pasar. Walaupun tadinya ogah-ogahan akhirnya mama termakan bujuk rayu saya dan malah dengan semangatnya dia minta saya cepetan ganti daster lusuh yang menempel di badan, "Udah sana ganti baju, mama sih udah tinggal berangkat!"

Setelah mengganti daster lusuh dengan kaos yang mungkin sama lusuhnya, saya beranjak berjalan sembari ngucek mata yang super ngantuk, mengikuti mom dari belakang, kayak bodyguard gitu, hehe. Kami heboh berbelanja sayuran untuk beberapa hari, saya berperan sebagai kuli angkut yang juga berfungsi sebagai pencetus ide apa-apa yang harus dibeli, "Bawang udah abis, cabe juga, trus salam, sereh, lengkuas," cetus saya sambil jalan kaki melihat-lihat suasana pasar di pagi hari, terlihat gundukan lembaran kol di pembatas ruas jalan, itu aneh, sodara.
"Emang mau masak apa?" tanya mom.
"Ga tau..." nampaknya mom juga tak terlalu peduli jawaban saya karena ia sibuk berbelanja sementara jari-jari saya sudah sakit menenteng kantong plastik. Oh saya punya banyak panggilan untuknya: Mama, Mom, Emak, Mbok, suka-suka aja, sebagaimana juga dia punya banyak panggilan untuk saya: Emi, Mbep, Mbo (Kebo)... -___-

"Mam ajarin bikin pepes tahu dong," kata saya saat melihat tukang tahu.
"Emang lu mau ambil daun pisang di belakang rumah?" jawabnya bernada meremehkan.
"Yaelah cuman ngambil daon pisang doang apa susahnya sih?"
Ia kemudian menjelaskan bagaimana kondisi tanah kosong di belakang rumah yang "dikelola" (lebih tepatnya ditelantarkan) beberapa keluarga. Di sana ada 2 empang, deretan pohon kelapa, sumur tua, pepohonan lain, rerumputan yang gak terurus, tanah becek dan seterusnya. Di lokasi yang sulit dijangkau, sekawanan pohon pisang itu terletak.
"Eng... ya liat nanti deh..." saya terlalu malas membayangkan harus berbecek-becek demi beberapa lembar daun pisang, dan di saat hampir bersamaan, mom sudah memegang daun pisang di tangannya, entah dapatkapan dan di mana...

Asiiiik bikin pepes tahu!!! Tapi setelah di rumah saya baru nyadar, "Mom kita ini mau masak apa? Belanjanya buat lauk semua, sayurnya apa?" Ibu saya cuma terkekeh, saya yakin dia juga baru nyadar dari tadi belanja seberat itu (berat karena jari-jari saya sampe sakit bawa belanjaan) ternyata ga beli sayur, malah sibuk dengan pepes tahu, bakwan jagung, bakwan, kering tempe, sambal... Tapi ya sudahlah seadanya aja. Sesi belajar bikin pepes tahu bisa segera dimulai, lancar-lancar aja tanpa banyak instruksi. Instruksi yang saya dengar justru ga berhubungan dengan cara membuat pepes tahu, tapi "Bungkusinnya di dapur aja, jangan di depan TV, pada basah nanti!"