Ratusan kali ibunda di rumah menghimbau anaknya untuk bangun pagi, ratusan kali anaknya ini berniat bangun pagi dan ratusan kali pula saya bangun siang. Himbauan mama naga-naganya sih nyuruh belanja ke pasar. Biasanya beliau yang belanja bila sempat dan saya tinggal masak kalau memang ada bahan yang bisa dimasak.
Akhir minggu ini saya berhasil bangun pagi-pagi buta, tepatnya karena kebelet pipis di tengah tidur yang lelap dan ga bisa tidur lagi, berguling-guling beberapa puluh menit hingga ada tanda bangunnya mama, rencananya mau saya ajak ke pasar. Walaupun tadinya ogah-ogahan akhirnya mama termakan bujuk rayu saya dan malah dengan semangatnya dia minta saya cepetan ganti daster lusuh yang menempel di badan, "Udah sana ganti baju, mama sih udah tinggal berangkat!"
Setelah mengganti daster lusuh dengan kaos yang mungkin sama lusuhnya, saya beranjak berjalan sembari ngucek mata yang super ngantuk, mengikuti mom dari belakang, kayak bodyguard gitu, hehe. Kami heboh berbelanja sayuran untuk beberapa hari, saya berperan sebagai kuli angkut yang juga berfungsi sebagai pencetus ide apa-apa yang harus dibeli, "Bawang udah abis, cabe juga, trus salam, sereh, lengkuas," cetus saya sambil jalan kaki melihat-lihat suasana pasar di pagi hari, terlihat gundukan lembaran kol di pembatas ruas jalan, itu aneh, sodara.
"Emang mau masak apa?" tanya mom.
"Ga tau..." nampaknya mom juga tak terlalu peduli jawaban saya karena ia sibuk berbelanja sementara jari-jari saya sudah sakit menenteng kantong plastik. Oh saya punya banyak panggilan untuknya: Mama, Mom, Emak, Mbok, suka-suka aja, sebagaimana juga dia punya banyak panggilan untuk saya: Emi, Mbep, Mbo (Kebo)... -___-
"Mam ajarin bikin pepes tahu dong," kata saya saat melihat tukang tahu.
"Emang lu mau ambil daun pisang di belakang rumah?" jawabnya bernada meremehkan.
"Yaelah cuman ngambil daon pisang doang apa susahnya sih?"
Ia kemudian menjelaskan bagaimana kondisi tanah kosong di belakang rumah yang "dikelola" (lebih tepatnya ditelantarkan) beberapa keluarga. Di sana ada 2 empang, deretan pohon kelapa, sumur tua, pepohonan lain, rerumputan yang gak terurus, tanah becek dan seterusnya. Di lokasi yang sulit dijangkau, sekawanan pohon pisang itu terletak.
"Eng... ya liat nanti deh..." saya terlalu malas membayangkan harus berbecek-becek demi beberapa lembar daun pisang, dan di saat hampir bersamaan, mom sudah memegang daun pisang di tangannya, entah dapatkapan dan di mana...
Asiiiik bikin pepes tahu!!! Tapi setelah di rumah saya baru nyadar, "Mom kita ini mau masak apa? Belanjanya buat lauk semua, sayurnya apa?" Ibu saya cuma terkekeh, saya yakin dia juga baru nyadar dari tadi belanja seberat itu (berat karena jari-jari saya sampe sakit bawa belanjaan) ternyata ga beli sayur, malah sibuk dengan pepes tahu, bakwan jagung, bakwan, kering tempe, sambal... Tapi ya sudahlah seadanya aja. Sesi belajar bikin pepes tahu bisa segera dimulai, lancar-lancar aja tanpa banyak instruksi. Instruksi yang saya dengar justru ga berhubungan dengan cara membuat pepes tahu, tapi "Bungkusinnya di dapur aja, jangan di depan TV, pada basah nanti!"
No comments:
Post a Comment