Friday, January 21, 2011

Hamburger: Antara Urusan Perut dan Sampah

Jari tengah saya nyaris teracung dengan otomatis ketika melihat seorang cewek yang sedang dibonceng dengan santainya membuang bungkus makanan ke jalan. Dulu, seorang teman dekat pernah dengan semangat 45 mengutuk kejadian serupa, dia murka dan mengatakan perbuatan itu adalah perbuatan biadab yang bisa dilakukan hanya oleh orang tak berpendidikan. Saat itu dia memang sedang terbakar emosi, menyadari masih selalu ada orang-orang tak bertanggung jawab yang membuang sampah seenak perutnya, menutup mata bahwa sampah dari segala penjuru dunia yang tak terkelola, salah satunya berakhir di lautan lepas, mengapung terhimpun nyaris seluas benua (suatu saat mungkin saya akan menulis lebih lengkap tentang ini dengan sumber yang bisa dipertanggungjawabkan).

Saya lalu menghampiri motor itu, sekedar ingin melihat wajah cewek ini, yang tak berhasil saya lihat. Saya hanya mendapatinya sedang menikmati hamburger di tengah debu jalanan dan asap kendaraan bermotor. Baiklah, dandanannya yang seperti mahasiswi tak menjamin attitude baik rupanya (itu kita sudah mahfum, haha).

Hamburger, makanan itu lagi, yang selalu saya sukai sekaligus selalu bikin senewen mengingat packagingnya yang terkadang, menurut saya, berlebihan. Misalnya Mister Burger yang sudah menjadi favorit banyak orang sejak tahun 1990'an. Di tahun 2000'an ini dengan mudah kita mendapati outletnya di setiap penjuru Jogja. Di kawasan sekitar rumah kos saya sendiri, saya bisa menemukan paling sedikit 5 outlet dalam radius 1 km, yang kemudian berguguran satu per satu.

Saya adalah salah satu penggemar burger mereka, yang murah meriah dan rasanya lumayan. Sangat disayangkan mereka selalu membungkus hamburgernya dengan kemasan plastik sehingga setiap kali saya membeli untuk dibawa pulang, harus mengingatkan penjualnya untuk membungkus dengan kertas. Tadinya saya pikir kemasan plastik ini digunakan hanya untuk 'take home order', tapi ternyata di pusatnya di Jl. Sudirman, saya tetap disuguhi plastik ketika memesan untuk makan di tempat.

"Mbak, bisa pake piring aja?" tanya saya. Si Mbak tak banyak tanya, langsung saja dipindahkannya hamburger ke piring (kertas) sekali pakai. Di situ saya lagi-lagi melihat masalah. Resto fastfood selain tak bersahabat dengan kesehatan, juga tak ramah lingkungan. Mister Burger hanya salah satu contoh, restoran fastfood lainnya pun serupa itu, menggunakan kemasan sekali pakai untuk makanannya, entah itu dihidangkan di tempat atau dibawa.


Saya tak perlu memaparkan solusi dari A sampai Z karena sebenarnya untuk masalah mengurangi sampah, alternatifnya terlampau klasik dan sederhana: mulailah dari hal kecil pada diri sendiri, misalnya makanlah dengan lebih bertanggung jawab, dengan mengurangi penggunaan bungkus makanan. Ah, semua sudah tahu itu kan? Tinggal masalah kesadaran pribadi, yang sayangnya tak cukup dibangkitkan oleh kampanye di tengah gaya hidup kapitalistik yang diam-diam menyisipkan "nyampah" dalam agendanya.

Note: Simpanlah tanggapan semacam "Percuma mengurangi konsumsi sampah pribadi karena toh orang lain tak melakukannya, kontribusi saya jadi tak ada artinya." Saya akan bilang, "Think before you speak, dude." (Logika lu dibenerin dulu deh! Karena dengan logika yang sama bisa diambil kesimpulan sebaliknya, bahwa bila banyak orang melakukannya, that simple little thing would definitely give a huge contribution).

No comments:

Post a Comment